Beranda | Artikel
Bicara Ketika Mendengarkan Khutbah Jumat, Menghapus Pahala Jumatan
Jumat, 20 Februari 2015

Penghapus Pahala Jumatan

Apakah bicara ketika khutbah jumat bisa menghapus pahala jumatan? Saya pernah mndengar itu. Apa benar? Trim’s Ustad

Jawaban:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Islam menyupayakan agar kaum muslimin menjadi umat yang terdidik dengan wahyu. Karena itulah, islam mewajibkan umatnya yang laki-laki untuk menghadiri jumatan. Sehingga sesibuk apapun seorang muslim, minimal sepekan sekali, dia akan mendapatkan siraman rohani dari khutbah jumat.

Karena itulah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan perhatian besar bagi jumatan. Beliau mengajarkan berbagai macam adab, agar para peserta jumatan bisa mendapatkan banyak pelajaran dari khutbah yang disampaikan khatib.

Diantara adab itu, beliau melarang peserta jumatan untuk bicara di tengah mendengarkan khutbah jumat.

Diantara dalil wajibnya diam ketika mendengarkan khutbah,

Pertama, firman Allah,

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا

Apabila dibacakan Al Quran, dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. (QS. al-A’raf: 204)

Said bin Jubair menyebutkan bahwa ayat ini berbicara tentang perintah diam ketika khutbah idul adha, idul fitri, khuutbah jumat, dan ketika shalat jamaah yang bacaan imam dikeraskan.

Pendapat ini juga yang dipilih oleh Ibnu Jarir, bahwa perintah diam itu untuk shalat jahriyah dan ketika mendengarkan khutbah. (Tafsir Ibnu Katsir, 3/538)

Kedua, hadis dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ أَنْصِتْ . يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ

Jika kamu mengatakan ‘Diam’ kepada temanmu, pada hari jumat, sementara imam sedang berkhutbah, berarti kamu melakukan tindakanlagha. (HR. Bukhari 943, Muslim 2002, dan yang lainnya)

Makna: ‘tindakan lagha’ ucapan yang bathil, yang tertolak, yang tidak selayaknya dilakukan. (Syarh Shahih Muslim, an-Nawawi, 6/138)

Konsekuensi Ketika Orang Melakukan Lagha

Dijelaskan dalam riwayat lain, konsekuensi ketika orang melakukan tindakan lagha adalah menggugurkan pahala jumatannya.

Terdapat beberapa dalil yang menunjukkan hal ini, diantaranya,

Pertama, hadis dari Abdullah bin Amr Radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من اغتسل يوم الجمعة ثم مس من طيب امرأته إن كان لها و لبس من صالح ثيابه ثم لم يتخط رقاب الناس و لم يلغ عند الموعظة كانت كفارة لما بينهما و من لغا أو تخطى كانت له ظهرا

Siapa yang mandi di hari jumat, lalu memakai minyak wangi istrinya jika dia punya, lalu memakai pakaian yang paling bagus, tidak melangkahi pundak jamaah, dan tidak bertindak lagha, maka jumatannya akan menjadi kaffarah antara dua jumat. Sementara siapa yang melakukan tindakan lagha atau melangkahi pundak jamaah, maka dia hanya mendapat pahala shalat zuhur. (HR. Ibnu Khuzaimah 1810 dan dishhaihkan al-Albani)..

Dalam riwayat lain dinyatakan,

وَمَنْ تَكَلَّمَ فَلاَ جُمُعَةَ لَهُ

Siapa yang berbicara maka tidak ada pahala jumatan baginya. (HR. Ahmad 719 dan didhaifkan Syuaib al-Arnauth).

Kedua, hadis dari Ubay bin Ka’b Radhiyallahu ‘anhu

Bahwa ketika khutbah Jumat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan surat al-Mulk, dan ayyamullah (hari dimana Allah memberi kenikmatan bagi ornag baik dan hukuman bagi orang jahat). Tiba-tiba Abu Dzar mencubitku dan bertanya,

“Kapan surat ini turun? Saya belum pernah mendengarnya kecuali saat ini.”

Lalu Ubay bin Ka’b berisyarat, menyuruh Abu Dzar untuk diam.

Seusai jumatan, Abu Dzar bertanya lagi,

‘Aku tanya kepadamu, kapan ayat itu diturunkan, namun kamu tidak memberi tahukannya.’

Lalu Ubay mengatakan,

لَيْسَ لَكَ مِنْ صَلَاتِكَ الْيَوْمَ إِلَّا مَا لَغَوْتَ

Kamu tidak mendapatkan apapun dari ibadah jumatanmu selain tindakan lagha yang kamu lakukan.

Kemudian Abu Dzar melaporkan ini kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Termasuk apa yang diucapakn Ubay. Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membenarkan Ubay. (HR. Ahmad 21287 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Ketiga, hadis dari Abdullah bin Amr Radhiyallahu ‘anhuma,

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَحْضُرُ الْجُمُعَةَ ثَلَاثَةٌ : رَجُلٌ حَضَرَهَا بِدُعَاءٍ وَصَلَاةٍ، فَذَلِكَ رَجُلٌ دَعَا رَبَّهُ إِنْ شَاءَ أَعْطَاهُ، وَإِنْ شَاءَ مَنَعَهُ، وَرَجُلٌ حَضَرَهَا بِسُكُوتٍ وَإِنْصَاتٍ، فَذَلِكَ هُوَ حَقُّهَا، وَرَجُلٌ يَحْضُرُهَا يَلْغُو فَذَلِكَ حَظُّهُ مِنْهَا

Ada tiga model manusia yang mendatangi jumatan:

Orang yang datang jumatan untuk berdoa dan shalat. Orang ini hanya berdoa kepada Allah. Jika berehendak Allah akan mengabulkannya dan jika tidak, Allah tidak mengabulkannya.

Orang yang hadir jumatan dengan tenang dan diam, inilah yang berhak mendapatkan pahala jumatan sempuurna.

Dan Orang yang hadir jumatan namun dia melakukan tindakan laghwun, maka tindakan laghwunya. (HR. Ahmad 6701, Abu Daud 1115 dan dihasankan al-Arnauth).

Keempat, hadis dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma,

Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَكَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ، فَهُوَ كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا، وَالَّذِي يَقُولُ لَهُ: أَنْصِتْ، لَيْسَ لَهُ جُمُعَةٌ

Siapa yang berbicara di hari jumat ketika imam sedang khutbah, maka dia seperti keledai yang menggendong barang bawaan. Sementara oranng yang mengatakan ‘Diam’ maka tidak ada jumatan baginya. (HR. Ahmad 2033, dan dinilai dhaif Syuaib al-Arnauth).

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)


Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/24353-bicara-ketika-mendengarkan-khutbah-jumat-menghapus-pahala-jumatan.html